(Asumsi Dasar Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi)
Makalah
Dipresentasikan pada Forum Seminar Kelas
Pada Program Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar
Oleh:
SULTAN ANWAR
80200215013
MUHAMMAD
80200215015
Dosen Pemandu:
Dr. Muh. Halifah Mustami, M.Pd.
Dr. Sitti Mania, M.Ag.
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak
manusia menghendaki kemajuan dalam kehidupan, sejak itulah timbul gagasan untuk
melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui
pendidikan. Oleh karena itu, dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan
senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi
sejalan dengan tuntutan masyarakat.[1]
Kegiatan
pembelajaran merupakan kegiatan yang sistematis dan berurutan. Oleh sebab itu,
kegiatan pembelajaran perlu direncanakan dengan baik. Beberapa kompetensi yang
harus dikuasai oleh setiap guru atau para pendidik pada umumnya adalah
merencanakan dan mendesain pembelajaran. Seorang Guru pendidikan perlu memiliki
kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil dan proses
pembelajaran.
Semua
kita tentu menyadari bahwa suatu pembelajaran yang tidak di desain secara
sistematis tidak dapat memperoleh hasil yang maksimal. Sebaliknya, keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada sejauh mana pembelajaran itu
didesain atau direncanakan. Namun, tidak semua kita berkesempatan untuk
melakukannya, mungkin karena banyaknya pekerjaan sampingan yang dilakukan
selain menjalankan tugas sebagai guru atau dosen, mungkin juga tidak memiliki
pengetahuan yang memadai untuk mendesain pembelajaran secara sistematis, atau
mungkin menganggap bahwa pembelajaran yang hendak dilakukan sudah dapat
dikuasai sehingga merasa tidak perlu didesain atau direncanakan.
Anggapan
seperti itu telah berimbas pada kepercayaan diri sebagian pendidik untuk berani
melaksanakan pembelajaran tanpa bermodal rancangan pelaksanaan pembelajaran
tanpa bermodalkan rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP), silabus, atau
kontrak perkuliahan, bahkan sumber-sumber belajar yang memadai. Akibatnya,
pembelajaran cenderung dilaksanakan dengan menggunakan metode langsung (direct method) berupa ceramah yang
sering tidak terkontrol, baik dalam kaitannya dengan menggunakan waktu maupun
pemberian materi yang terkadang “ngawur” tanpa arah yang jelas.[2]
Adapun
bentuk kompetensi guru guru pendidikan agama Islam diantaranya adalah dituntut
untuk banyak berkreasi dan berinovasi dalam segala hal, termasuk di dalamnya
adalah berkreasi dalam hal menentukan strategi, metode, media dan alat evaluasi
dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar mengajar hendaknya memberikan
kesempatan yang baik kepada anak didik untuk memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan
cara-cara belajar bagaimana belajar.
Untuk
melaksanakan tugas secara profesional, guru agama Islam memerlukan wawasan yang
mantap tentang kemungkinan-kemungkinan strategi belajar mengajar yang sesuai
dengan tujuan belajar pendidikan agama Islam yang telah dirumuskan, baik tujuan
belajar yang dirumuskan secara eksplisit dalam proses belajar mengajar, maupun
hasil ikutan yang didapat dalam proses belajar, misalnya kemampuan berpikir
kritis, kreatif, sikap terbuka setelah anak didik mengikuti diskusi kecil
kelompok kecil dalam proses belajar.
Metode
pengajaran agama Islam ialah suatu cara menyampaikan bahan pelajaran agama
Islam. Jika metode tersebut dihubungkan dengan kata khusus, maka berarti suatu
cara khusus yang telah dipersiapkan dan dipertimbangkan untuk ditempuh dalam
pengajaran keimanan, ibadah, akhlak dan berbagai mata pelajaran agama Islam
lainnya.
Sekarang
yang menjadi pertanyaan ialah, apakah metode itu perlu bagi setiap pengajaran ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita berbincang-bincang tentang hakikat
metode pembelajaran dan pendidikan agama Islam ditinjau dari asumsi dasar
ontologi, epistemologi dan aksilologi. Dengan demikian tujuan pembelajaran
pendidikan agama Islam akan tercapai.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian
Hakikat Metode Pembelajaran dan Pendidikan Agama Islam (Aspek Ontologi) ?
2.
Bagaimana Prinsip-prinsip
dan Macam-macam Metode Pembelajaran dan Pendidikan Agama Islam (Aspek
Epistemologi) ?
3.
Bagaimana Manfaat
Metode Pembelajaran dan Pendidikan Agama Islam (Aspek Aksiologi) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hakikat Metode Pembelajaran dan
Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut
Dr. Ahmad Tafsir didalam bukunya yang berjudul Metodologi Pengajaran Agama
Islam, beliau berpendapat mengenai kata metode sebagai berikut :
Dari
pengalaman, saya mengetahui bahwa banyak orang menerjemahkan atau menyamakan
pengertian “metode” dengan “cara”. Ini tidak seluruhnya salah. Memang metode
dapat juga diartikan cara. Untuk mengetahui pengertian metode secara tepat,
dapat kita lihat penggunaan kata metode dalam bahasa inggris. Dalam bahasa
inggris ada kata way dan ada kata method. Dua kata ini sering
diterjemahkan “cara” dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya yang lebih layak
diterjemahkan cara adalah adalah kata way
itu, bukan kata method.[3]
Jika
saya bertanya “Bagaimana cara ke
Jakarta ?” Maka di sini saya tidak dapat menggunakan kata method, untuk kata cara, saya harus menggunakan kata way. Jika saya bertanya “Bagaimana cara
yang paling tepat untuk mengajarkan sholat kepada murid kelas I SD?” Maka di
sini untuk kata cara saya harus menggunakan kata method, bukan way. Jadi,
apa sebenarnya metode itu?[4]
Metode
ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “cara yang paling
tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.” Ungkapan paling tepat dan cepat
itulah yang membedakan method dengan way (yang juga berarti cara) dalam
bahasa inggris.[5]
Berdasarkan
uraian di atas itu dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran agama Islam adalah
cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam. Kata “tepat”
dan “cepat” inilah sering diungkapkan dalam ungkapan “efektif dan efesien”.
Kalau metode pengajaran agama Islam ialah cara yang paling efektif dan efesien
dalam mengajarkan agama Islam.
Pengajaran
yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami murid secara sempurna.
Dalam ilmu pendidikan sering juga dikatakan bahwa pengajaran yang tepat ialah
pengajaran yang berfungsi pada murid. Kata berfungsi berarti menjadi milik
murid, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran
yang cepat ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu yang lama. Nah, di sini
memang sering timbul masalah. Sesuatu konsep dapat diajarkan dengan cepat,
tetapi memerlukan peralatan yang mahal, bila peralatan tidak tersedia maka
terpaksa konsep itu diajarkan kurang cepat. Misalnya saja pelajaran shalat di
sekolah dasar, ini akan cepat bila guru menggunakan rekaman video. Bila
peralatan itu tidak tersedia maka terpaksalah guru mengajarkannya melalui
metode demonstrasi, hasilnya akan tepat juga, tetapi memerlukan waktu yang
lebih lama.
Karena
metode berarti cara paling tepat dan cepat, maka urutan kerja dalam suatu
metode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Karena itulah suatu
metode selalu merupakan hasil eksperimen. Kita tahu, sesuatu konsep yang
dieksperimenkan haruslah telah lulus uji teori, dengan kata lain suatu konsep
yang telah diterima secara teoritis yang beleh di eskperimenkan.
Sedangkan
menurut Prof. Dr. Nasir A. Baki, MA mengemukakan pengertian metode belajar sebagai
berikut :
Metode
belajar itu adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada peserta
didik. Ini dimaksudkan agar para peserta didik dapat menangkap pelajaran
dengaan mudah, efektif dan dapat dicerna oleh anak dengan baik. Oleh karena itu
terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh. Dalam memilih cara atau metode ini
guru dibimbing oleh filsafat pendidikan yang dianut guru dan tujuan pelajaran
yang hendak dicapai. Disamping itu penting pula memperhatikan hakekat peserta
didik, dan bahan pelajaran yang akan disampaiakan. Jadi metode itu hanya
menentukan prosedur yang akan diikuti.[6]
Ayat
Al-Qur’an ini memberikan gambaran kepada kita tentang metode dalam suatu proses
belajar. Semua bahan pelajaran yang akan diajarkan haruslah dikuasai oleh guru
sebaik-baiknya. Metode resitasi atau metode pengulangan dapat digunakan. Ayat
al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal itu terdapat dalam surah al-Alaq yang
berbunyi;
&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ
Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Terjemahannya:
1.
Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2.
Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4.
Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
5.
Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.[7]
Secara
lahiriah memberi suatu petunjuk tentang metode belajar. Bahwa pelajaran yang
utama adalah pelajaran membaca. Di dalam pelajaran membaca terkandung makna
hendak memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang mula-mula diketahui manusia
ialah nama. Nama ialah simbol pengetahuan permulaan dan dari mengenali nama,
orang dapat membuat pengertian atau konsep ilmu pengetahuan.
Sedangkan
istilah metodologi secara harfiah, kata metodologi berasal dari bahasa yunani
yang terdiri dari kata “Meta” yang
berarti melalui “hodos” yang berarti
jalan atau cara dan kata “Logos” yang
berarti ilmu pengetahuan. Jadi metodologi pendidikan adalah jalan yang kita
lalui untuk memberikan kepahaman atau pengertian kepada peserta didik atau
segala macam pelajaran yang dberikan.[8]
2. Perbedaan Strategi, Pendekatan, dan Metode
Pembelajaran
Beberapa
istilah yang hampir sama dengan strategi pembelajaran yaitu pendekatan, metode,
teknik, atau taktik dalam pembelajaran. Pendekatan (approach) menetapkan arah umum atau lintasan yang jelas untuk
pembelajaran yang mencakup komponen yang lebih tepat atau perinci. Perhatikan
istilah problem based learning
(pembelajaran berbasis masalah), experiential
learning (pembelajaran berbasis pengalaman), direct instruction (pembelajaran langsung), simulation (simulasi). Semua istilah ini merujuk pada pendekatan
pembelajaran umum dimana metode (komponen) merupakan cakupannya (Reigeluth and
Chellman, 2009). “An approach is a set of
correlative assumption dealing with the nature of lenguange teaching and
learning. An approach is axiomatic which describes nature of the subject matter
to be tought (Richards and Rodgers, 1986:9)”.[9]
Maksudnya
adalah pendekatan merupakan serangkaian asumsi korelatif yang berhubungan
dengan hakikat pembelajaran pendekatan adalah suatu aksiomatik yang menggambarkan
sifat dari mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarakan.
Metode
merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi
menunjuk pada suatu perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah
cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi (Direktorat Tenaga
Kependidiikan, 2008: 3) Tidak semua metode cocok digunakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.
Hal
ini tergantung dari karakteristik peserta didik, materi pembelajaran, dan
konteks lingkungan dimana pembelajaran berlangsung. Pengembangan pembelajaran
dan guru, dosen, atau instruktrur memegang peran penating dalam menciptakan
kondisi belajar yang dapat memfasilitasi pesesrta didik di dalam mencapai
hasilbelajar yang diharapkan. Oleh karena itu, metode-metode yang diteraokan
dalam pembelajaran metode ceramah, demosntrasi adalah diskusi, simulasi,
pemberian tugas, dan resitasi, Tanya jawab, pemecahahan masalah, system regu,
metode latihan (driil), main peran, induktif dan deduktif. Metode seperti ini
yang dipaparkan di atas hanyalah sebagaion kecil dari paling tidak sekitar
empat puluh Sembilan metode (Reigeluth and Chellman, 2009).[10]
3. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
berasal dari kata didik. Dengan diberi awalan pen dan akhiran kan, yang
mengandung arti perbuatan, hal, dan cara. Pendidikan Agama dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah religion education,
yang diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang
beragama. Pendidikan agama tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tentang
agama saja, tetapi lebih ditekankan pada feeling attituted, personal ideals,
aktivitas kepercayaan.[11]
Dalam
bahasa Arab, ada beberapa istilah yang bisa digunakan dalam pengertian
pendidikan, yaitu ta’lim (mengajar),[12] ta’dib (mendidik),[13] dan
tarbiyah (mendidik)[14]. Namun
menurut al-Attas (1980) dalam Hasan Langgulung, bahwa kata ta’dib yang lebih tepat digunakan dalam pendidikan agama Islam,
karena tidak terlalu sempit sekedar mengajar saja, dan tidak terlalu luas,
sebagaimana kata terbiyah juga digunakan untuk hewan dan tumbuh-tumbuhan dengan
pengertian memelihara.[15]
Dalam perkembangan selanjutnya, bidang speliasisai dalam ilmu pengetahuan, kata
adab dipakai untuk kesusastraan, dan tarbiyah digunakan dalam pendidikan Islam
hingga populer sampai sekarang.[16] Dengan
demikian, Pendidikan Agama Islam di sekolah diarahkan untuk meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Nazarudin
Rahman menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran PAI, yaitu sebagai berikut :[17]
a.
Pendidikan Agama
Islam (PAI) sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan
/ atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang
hendak dicapai.
b.
Peserta didik
harus disiapkan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam.
c.
Pendidik atau
Guru Agama Islam (GPAI) harus disiapkan untuk bisa menjalankan tugasnnya, yakni
merencanakan bimbingan, pangajaran dan pelatihan.
d.
Kegiatan
pembelajaran PAI diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam.
Sebagai
salah satu komponen ilmu pendidikan Islam, metode pembelajaran PAI harus
mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan
pendidikan agama Islam yang hendak dicapai proses pembelajaran.
Dalam
konteks tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah umum, Departemen Pendidikan
Nasional merumuskan sebagai berikut:[18]
a.
Menumbuh
kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang
agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya
kepada Allah s.w.t.
b.
Mewujudkan
manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia
berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, berdisiplin,
bertoleran (tasamuh), menjaga
keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.
Lebih
lanjut, menurut Arifin, ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan
pendidikan Islam yang hendak direalisasikan melalui metode, yaitu : pertama,
membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang mengabdi kepadaNya semata.
Kedua, bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an dan Al-hadist.
Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran
al-Qur’an yang disebut pahala dan siksaan.[19]
Berangkat
dari beberapa penjelasan tersebut, dapat dikemukan bahwa Pendidikan Agama Islam
(PAI) adalah usaha sadar, yakni suatu kegiatan membimbing, pengajaran dan /
atau latihan yang dilakukan GPAI secara berencana dan sadar dengan tujuan agar
peserta didik bisa menumbuh kembangkan akidahnya melalui pemberian, pemupukan,
dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus
berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT yang pada akhirnya
mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia.
Agar
hal di atas tercapai, maka GPAI dituntut mampu mengembangkan kemampuannya dalam
pembelajaran PAI, disinilah pentingnya mempelajari metodologi (ilmu tentang
metode) pembelajaran PAI.
B.
Prinsip-prinsip dan Macam-macam Metode Pembelajaran
dan Pendidikan Agama Islam
1.
Prinsip-prinsip
Metode Pembelajaran
Metodologi
(ilmu tentang metode) pembelajaran merupakan ilmu bantu yang tidak dapat
berdiri sendiri, tetapi berfungsi membantu dalam proses pembelajaran, karena
memberikan alternatif dan mengandung unsur-unsur inovatif.
Menurut
Mulyasa (2004), tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan
agar menunjang terjadinya perubahan prilaku peserta didik. Oleh karena itu,
Firdaus (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan proses
pengalaman belajar yang sistematis yang bermanfaat untuk siswa dalam
kehidupannya kelak dan pengalaman belajar
yang diperoleh siswa juga sekaligus mengilhami mereka ketika menghadapi
problem dalam kehidupan sesungguhnya.[20]
Dalam kontek pemberian pengalaman belajar yang dimaksud di atas, maka
implementasi metodologi pembelajaran yang selama konvensional (terpusat pada
guru), sudah saatnya untuk diganti dengan metodologi pembelajaran yang
memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.
Menurut
Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany, prinsip-prinsip metodologi pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
a. Menjaga motivasi, kebutuhan, dan minat dan keinginan
pelajar pada proses belajar.
b. Menjaga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
c. Memelihara
tahap kematangan, perkembangan, dan perubahan anak didik.
d. Menjaga perbedaan-perbedaan individu dalam anak
didik.
e. Mempersiapkan peluang partisipasi praktikal;
sehingga menjadi keterampilan, adat kebiasaan, sikap dan nilai.
f. Memperhatikan kepahaman, dan mengetahui
hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian,
pembaharuan, dan kebebasan berpikir.
g. Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang
menggembirakan bagi anak didik.[21]
Pendapat
yang hampir sama, menurut Abdurrahman Mas’ud, bahwa secara teknis dalam
penerapan metode, guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Guru hendaknya bertindak sebagai role model, suri
tauladan bagi kehidupan sosial siswa, baik di dalam maupun luar di luar kelas.
b. Garu hendaknya menunjukkan sikap kasih sayang kepada
siswa.
c. Guru hendaknya memperlakukan siswa sebagai subyek
dan mitra belajar, bukan obyek.
d. Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator,
promotor of learning yang lebih mengutamakan bimbingan, menumbuhkan kreativitas
siswa, serta interakstif dan kamunikatif dengan siswa.[22]
Maka
menurut Syaiful Bahri, dalam penggunaan metode hendaknya didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Selalu beroritentasi pada tujuan.
b. Tidak terikat pada satu alternatif saja.
c. Kerap dipergunakan sebagai suatu kombinasi dari
berbagai metode.
d. Kerap dipergunakan berganti-ganti dari satu metode
ke metode lain.[23]
Sedangkan
menurut Ahmad Tafsir, cara yang paling tepat dan cepat dalam pembelajaran agama
Islam yaitu dengan memperhatikan
beberapa pertanyaan yang harus dijawab ketika metodologi pembelajaran PAI mau
diterapkan, yaitu : siapa yang diajar?, berapa jumlahnya?, seberapa dalam agama
itu akan diajarkan?, seberapa luas yang akan diajarkan?, dimana pelajaran itu
berlangsung? dan peralatan apa saja yang tersedia?[24]
Dari
beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prinsip metodologi
pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat pada guru
dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu terjadinya
interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan hanya
menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik.
2.
Macam-macam
metode pembelajaran
Metodologi
pembelajaran PAI ini tidak akan ada artinya kalau tidak dilaksanakan dalam praktek
pendidikan. Pelaksanaan metodologi pembelajaran PAI itu dalam pembelajaran
diantaranya pemilihan metode mangajar yang efektif dan efisian. Dalam al-Qur’an
banyak metode yang bisa diterapkan untuk menyampaikan kalam-kalam Allah kepada
manusia, seperti metode cerita, diskusi, tanya jawab (dialog), metode
perumpamaan (metafora), metode hukuman dan ganjaran.[25]
Selain
metode yang terdapat dalam Al-Qur’an, menurut Ramayulis, ada beberapa metode
yang dapat kita gunakan dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam, diantaranya
: metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demontrasi, karyawisata, penugasan,
pemecahan masalah, simulasi, eksperimen, penemuan, sosio drama, kerja kelompok
dan lain-lain.[26] Metode-metode tersebut
secara konvensional telah banyak dipraktekkan oleh GPAI disekolah terutama
metode ceramah dan tanya jawab.
Lebih
lanjut, Nazarudin Rahman menjelaskan ada beberapa model pembelajaran yang dapat
mewujudkan kegiatan belajar siswa aktif, diantaranya: Jigsaw (tim ahli), Cooperatif
Script (bekerja berpasangan), Problem
Based Introduction (PBI), Articulation (Artikulasi), Group Investigation, Explicit Intruction, Coopetive Intergrated Reading dan Compotion, Inside-Outside-Circle, Consep
Sentece, Complete Sentese, Mind Mapping.[27]
Metode-metode ini belum begitu populer di kalangan GPAI, sebagian kecil saja
yang menerapkannya dalam proses pembelajaran.
Metode-metode
tersebut, boleh saja digunakan dalam pendidikan agama Islam asal tidak
bertentangan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Kalau dilihat dari Al-Qur’an
dan Al-Hadits maka ayat-ayat dan hadist yang menjadi dasar dari metode-metode
tersebut. Perlu disadari bahwa sangat sulit untuk menentukan menentukan metode mana yang terbaik, yang
paling sesuai atau efektif. Penentuan metode sangat erat hubungannya dengan kemampuan
guru, materi dan siswa serta sarana prasarana yang tersedia.
Menurut
Ing S. Ulih Karo-karo dalam Ramayulis, ada beberapa faktor yang harus
diperahatikan dalam metode mengajar, diantaranya tujuan yang hendak dicapai, pelajar, bahan pelajaran, fasilitas, guru,
situasi, partisipasi dan kebaikan dan kelemahan metode tersebut.[28]
Dengan
demikian, GPAI harus cerdas dalam memilih metode pembelajaran, yaitu metode
yang memungkinkan siswa yang belajar dalam kontek yang bermakna. Bermakna yang
dimaksud, menjadikan pengetahuan yang relevan dengan siswa, memberikan
kesempatan kepada siswa melakukan pengamatan, mengumpulkan data, menganalisi,
menemukan dan menyimpulkan. Dan GPAI harus merubah kebiasaan yang selama ini
hanya menggunakan metode konvensional menuju inovasi baru yaitu metode
pembalajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
C.
Manfaat Metode Pembelajaran dan Pendidikan Agama
Islam
Metode-metode
pembelajaran PAI memiliki manfaat bagi pendidik dan peserta didik, baik dalam
proses belajar dan pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, bahkan
untuk hari esok. Sehubungan dengan itu, Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Saibany
mengatakan bahwa kegunaan metodologi pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a.
menolong siswa
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan, terutama
berpikir ilmiah dan sikap dalm satu kesatuan.
b.
membiasakan
pelajar berpikir sehat, rajin, sabar, dan teliti dalam menuntut ilmu.
c.
memudahkan
pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
d.
menciptakan
suasana belajar mengajar yang kondusif, komunikatif, sehingga dapat meningkatkan
motivasi peserta didik.[29]
Dengan
demikian, keberadaan metodologi pembelajaran menunjukkan pentingnya metode
dalam sistem pengajaran. Tujuan dan materi yang baik tanpa didukung dengan
metode penyampaian yang baik dapat menghasilkan yang tidak baik. Atas dasar
itu, pendidikan agama Islam sangat memperhatikan terhadap masalah metodologi
pembelajaran ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Metode pembelajaran PAI adalah ilmu yang mempelajari
cara yang paling tepat (efektif) dan cepat (efisien) untuk mencapaian tujuan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Prinsip metodologi (ilmu tentang metode)
pembalajaran PAI harus dapat memungkinkan pembelajaran PAI terpusat pada guru
dan siswa yang menjadi komponen penentu dalam pembelajaran, yaitu terjadinya
interaksi antara guru dan siswa bersama-sama dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI. Dalam hubungan ini tugas guru PAI bukan hanya
menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan pemahaman sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar, dengan kata lain meliputi ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik. Dalam al-Qur’an banyak metode yang bisa diterapkan
untuk menyampaikan kalam-kalam Allah kepada manusia, seperti metode cerita,
diskusi, tanya jawab (dialog), metode perumpamaan (metafora), metode hukuman
dan ganjaran. Selain metode yang terdapat dalam Al-Qur’an, ada beberapa metode
yang dapat kita gunakan dalam pembelajaran Pendidikan agama Islam, diantaranya
: metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demontrasi, karyawisata, penugasan,
pemecahan masalah, simulasi, eksperimen, penemuan, sosio drama, kerja kelompok
dan lain-lain. Metode-metode tersebut secara konvensional telah banyak
dipraktekkan oleh GPAI disekolah terutama metode ceramah dan tanya jawab.
3. Manfaat metode pembelajaran dan Pendidikan Agama
Islam diantaranya : menolong siswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, terutama berpikir ilmiah dan sikap dalm satu
kesatuan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, GPAI harus cerdas dalam memilih
metode pembelajaran, dan GPAI dituntut
untuk selalu megembangkan dan memperbaharui (berinovasi) dalam menggunakan
metode pembelajaran, hingga dapat merubah kebiasaan yang lama yaitu merasa
cukup dengan metode konvensional yang sudah ada.
B.
Saran
Tentunya
dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu besar
harapan kami selaku pemakalah menerima sumbangsi pemikiran dari para pembaca.
Oleh karena itu kritik dan saran para pembaca sangat kami harapkan, terima
kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan
Terjemahan. Departemen Agama RI.
Abdullah, Abdurrahman
Saleh. 1994 Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka
Cipta
A.Baki,
Nasir, 2014. Metode Pembelajaran Agama
Islam. Yogyakarta: Eja Publisher
Arifin, M.
1996. Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik ; dalam interaksi edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta
Langgulung, Hasan.
2000. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Al-Husna Zikra
Mas’ud, Abdurrahman.
2002. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik ; Humanisme Raligius sebagai
Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Gama Media
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, 1979. Falsafah Pendidikan Islam,
Alih bahasa Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang
Rahman, Nazarudin. 2009. Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum. Yogyakarta: Pustaka Felicha
Ramayulis, 2001. Metodologi
Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia
Tafsir,
Ahmad. 1995. Metodologi Pengajaran Agama
Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tafsir, Ahmad. 2004. Metodologi Pengajaran
Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran.
Jakarta: Kencana
[1] Nasir A.Baki, Metode Pembelajaran Agama Islam,
(Yogyakarta: Eja Publisher, 2014), h. 1
[2] Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran
(Jakarta: Kencana, 2013), h. 3
[3]
Ahmad Tafsir, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), h. 9
[4] Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
h. 9
[5] Ahmad
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
h. 9
[6]
Nasir A.Baki, Metode Pembelajaran
Agama Islam, (Yogyakarta: Eja Publisher, 2014), h. 1
[7]
Al-Qur’an dan Terjemahan, Departemen Agama RI
[8] Nasir A.Baki, Metode Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta:
Eja Publisher, 2014), h. 1
[9]
Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip
Desain Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2013), h. 206
[10] Muhammad
Yaumi, Prinsip-prinsip Desain
Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2013), h. 206
[11] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 3
[12]
Diambil dari Q.S. Al-Baqarah : 31,
artinya : dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian ia
berkata kepada malaikat : beritahulah aku nama-nama semua itu jika kamu benar.
[13]
Hadis nabi, artinya : Allah mendidikku, maka Dia memberikan
kapadaku sebaik-baik pendidikan.
[14]
Q.S Bani Israil : 24, artinya : Wahai tuhanku, sayangilah keduanya
sebagaimana mereka mendidikku sewaktu kecil.
[15]
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), h. 3
[16]
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta, Kalam Mulia, 2001), h. 4
[17]
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2009), h. 12
[18]
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum, h. 17
[19]
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu
Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996). h. 198
[20]
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum, h. 165
[21]
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam,
Alih bahasa Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 595-627
[22]
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan
Nondikotomik ; Humanisme Raligius sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), h. 202.
[23]
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik ; dalam
interaksi edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 184.
[24] Ahmad tafsir, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.10
[25]
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan berdasarkan
Al-Qur’an, (Jakarta, Rineka Cipta, 1994), h. 197-231.
[26]
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,
(Jakarta, Kalam Mulia, 2001), h. 108-109.
[27]
Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran ;
Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Umum, h. 165-174.
[28] Ramayulis, Metodologi
Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2001), h. 111-114.
[29]
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam,
Alih bahasa Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 585.
Post a Comment