TEORI OPERANT CONDITIONING OLEH BURRHUSM
FREDERIC SKINNER
MAKALAH
Mata Kuliah “Teori Pembelajaran”
Semester III Kelas PAI 1 Non Reguler Pascasarjana
(S2)
UIN Alauddin Makassar
O
l e h:
SULTAN ANWAR
80200215013
Dosen
Pemandu:
Dr. H. Susdiyanto, M.Si.
Dr. Sulaeman Saat, M.Pd.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia lahir ke bumi
ini belum memiliki ilmu pengetahuan, namun ia dibekali dengan berbagai potensi yang
dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yaitu pendengaran,
pengelihatan hati dan pikiran. Atas dasar itulah manusia harus memanfaatkan
potensi yang diberikan oleh Allah Swt, untuk berubah. Perubahan itu dapat
terjadi setelah melalui proses belajar. Belajar merupakan kewajiban bagi setiap
muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya
meningkat.
Ilmu pengetahuan dapat
diperoleh melalui belajar. Dengan belajar manusia dapat berkembang lebih jauh
dari pada makhluk ciptaan tuhan lainnya. Tinggi rendahnya kualitas manusia pada
umumnya dari hasil belajar, hasil belajar ini yang menentukan masa depan
peradaban manusia itu sendiri.
Pemahaman guru akan
pengertian dan makna belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam membimbing
siswa untuk belajar. Guru yang memahami belajar saja hanya agar murid bisa
menghafal, tentu beda cara mengajarnya dengan guru yang memahami belajar
merupakan suatu perubahan tingkah laku. Untuk itu guru penting memahami
pengertian belajar dan teori-teori belajar.
Belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia berkat adanya interaksi
antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut W.H Burton mendefenisikan
belajar : “Learning is a chage in the
individual due to instruction of that individual his environtment, which feels
a need and makes him more capable of dealing a dequately with his environment”[1]
Berdasarkan defenisi
belajar tersebut diatas ada kata “chage”
maksudnya bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami
perubahan tingkah laku baik dalam kebiasaan (habit),
kecakapan-kecakapan (skill) atau
dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik).
Teori belajar
adalah prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta
dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Pembelajaran merupakan
upaya yang dilakukan agar pembelajar dapat memperoleh perubahan dengan
menggunakan berbagai sumber daya yang ada. Teori pembelajaran sangat
penting dalam proses pembelajaran, untuk membantu guru, supaya memiliki
kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari, menemukan gaya
belajar muridnya menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai
cara mengajarnya sendiri.
Pemahaman
mengenai gaya belajar merupakan sebuah pengertian yang memahami individu
sebagai seorang yang unik. Pemahaman ini berkaitan erat dengan cara-cara
individu belajar. Beberapa teori belajar telah menjelaskan mengenai bagaimana
individu belajar, baik itu menggunakan pendekatan teori belajar Behavioristik,
Kognitif, Sosial Kognitif, dan lain sebagainya.
Namun,
dalam makalah ini penulis tidak akan membahas semua teori-teori belajar
tersebut, akan tetapi penulis akan mencoba membahas tentang teori belajar
behavioristik. Dalam teori belajar behavioristik pun banyak alirannya, mulai
dari aliran Connectionism oleh Edward
Lee Thorndike, Classical Conditioning
oleh Ivan Petrovich Pavlov dan Operant
Conditioning oleh Burrhus Frederick Skinner. Dengan demikian, penulis lebih
fokus membahas pada aliran Operant
Conditioning atau Pengkondisian Operan oleh Burrhus Frederick Skinner.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana biografi B. F. Skinner ?
2.
Bagaimana teori belajar operant conditioning B. F. Skinner ?
3.
Bagaimana prinsip-prinsip teori operant conditioning B. F. Skinner ?
4.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan teori operant conditioning B. F. Skinner ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui tentang biografi B. F. Skinner.
2.
Untuk memahami teori belajar operant conditioning B. F. Skinner.
3.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori operant conditioning B. F. Skinner.
4.
Untuk memahami kelebihan dan kekurangan teori
operant conditioning B. F. Skinner.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Biografi B.F Skinner
Burrhusm
Frederic Skinner atau biasa disingkat B.F Skinner ialah seorang tokoh yang
menentukan teori operant conditioning (pengkondisian
operan). Skinner ialah nama populernya.
Skinner (1904-1990)
lahir di Susquehanna, Pennsylvania. Dia meraih gelar master pada 1930 dan Ph.D.
pada 1931 dari Harvard University. Gelar B.A. diperoleh dari Hamilton College,
New York, dimana dia mengambil jurusan Sastra Inggris. Saat dia di Hamilton,
Skinner makan siang bersama Robert Frost[2] , seorang penyair Amerika,
yang mendorong Skinner untuk mengirimkan tulisannya. Frost memuji tiga cerpen
karangan Skinner, dan Skinner lalu memutuskan menjadi Penulis. Keputusan ini
ternyata mengecewakan ayahnya yang berprofes seorang pengacara, yang berharap
putranya juga menjadi pengacara.[3]
Sejak kecil, Skinner
dikenal sebagai anak yang aktif. Oleh sebab itu, ia sangat senang dengan
kegiatan-kegiatan di luar rumah. Selain itu, ia juga begitu menikmati ragam
aktivitas belajar di sekolahnya. Sejak awal, ia bercerita ingin menjadi
penulis. Karena itu, ia berusaha mewujudkannya dengan mengirim puisi dan cerita
pendek ke berbagai media cetak.[4]
Lantaran menyukai
kegiatan diluar rumah, Skinner pernah berkelana tidak tentu arah. Sampai
akhirnya, ia kembali memutuskan untuk meneruskan pendidikannya di Harvard. Di
Universitas ini, ia meraih gelar master dalam bidang Psikologi (1930) dan
doctoral (1931). Lalu, ia memutuskan menetap di Harvard samapai 1936 untuk
melakukan berbagai penelitian.[5]
Pada tahun 1936,
Skinner pindah ke Minneapolis untuk mengajar di University of Minnesota. Di
sini, ia berkenalan dengan Yvonne Blue, seorang gadis yang akhirnya
dinikahinya. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua orang putri. Putrinya
yang kedua menjadi sangat terkenal karena ia telah member inspirasi berbagai penemuan
Skinner, salah satunya ialah kurungan kaca.[6]
Pada tahun 1945,
Skinner menjadi kepala Departemen Psikologi di Indiana University. Tiga tahun
berselang, ia diminta mengajar di Harvard. Di Univeristas inilah ia
menghabiskan seluruh hidup dan studinya dalam berbagai penelitian. Termasuk di
antaranya, ia aktif dalam mengadakan penelitian dan membimbing ratusan kandidat
doctor, serta menulis banyak buku. Walaupun tidak berhasil menjadi penulis
fiksi dan penyair, namun ia berhasil menjadi salah satu penulis psikologi
terbaik.[7]
Karya terbaiknya
ialah Walden II, sebuah buku fiksi
yang menjelaskan mengenai perilaku sebuah komunitas berdasarkan perspektif behavior. Sementara, karya tulis
terakhirnya berjudul About Behaviorism,
yang diterbitkan pada tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-karyanya ialah
seputar tingkah laku yang terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh
tingkah laku itu sendiri.[8]
Pada tahun 18 Agustus
1990, Skinner meninggal dunia akibat leukemia. Ia tetap dikenang sebagai
Psikolog paling terkenal setelah Sigmund Freud[9]. Karya-karyanya menjadi
referensi pokok bagi para psikolog generasi selanjutnya untuk mengkaji tingkah
laku manusia secara lebih mendalam.[10]
B. Teori Belajar Operant Conditioning
Skinner memulai penemuan teori
belajarnya dengan kepercayaan bahwa prinsip-prinsip classical conditioning hanya sebagian kecil dari perilaku yang
dipelajari. Banyak perilaku manusia adalah operan, bukan responden.
Pengkondisian klasik hanya menjelaskan bagaimana perilaku operan baru, tetapi
tidak menjelaskan bagaimana perilaku operan baru dicapai. Menurut Skinner,
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam
lingkungannya yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku.[11]
Pada dasarnya,
Skinner mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku (Gredler,
1986). Perubahan perilaku yang dicapai sebagai hasil belajar tersebut melalui
proses penguatan perilaku baru yang muncul, yang biasanya disebut dengan
kondisioning operan (operant
conditioning).[12]
Perilaku, seperti
respons dan tindakan, adalah sebuah kata secara sederhana menunjukkan apa yang
diperbuat seseorang untuk situasi tertentu. Secara konseptual, menurut Skinner,
perilaku dapat dianalogikan dengan sebuah sandwich, yang membawa dua pengaruh
lingkungan terhadap perilaku. Yang pertama, disebut dengan antiseden (peristiwa yang mendahului perilaku),
dan yang kedua, adalah konsekuen (peristiwa yang mengikuti perilaku).
Hubungan ini dapat ditunjukkan secara sederhana sebagai rangkaian anticendents-behavior-consequences, atau
A-B-C. sebagai sebuah rangkaian, perilaku adalah sebuah proses dari consequences yang diberikan pada
perilaku akan menjadi antecendents bagi
munculnya perilaku, dan seterusnya.[13]
Teori operant conditioning Skinner ternyata
terinspirasi dari pandangan Thorndike pada tahun 1991 atau beberapa waktu
sesudah munculnya teori classical conditioning
Pavlov. Pada waktu itu, Thorndike mempelajari pemecahan masalah terhadap
binatang yang diletakkan disebuah “kotak teka-teki”. Setelah beberapa kali
percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri kian cepat dari
percobaan-percobaan sebelumnya. Thorndike lalu mengemukakan hipotesis “apabila
suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respons yang lain dalam
keadaan yang sama” yang dikenal dengan Law
of Effect.[14]
Berdasarkan percobaan
Thorndike, Skinner mengemukakan pendapatnya sendiri dengan memasukkan unsur
penguatan terhadap hukum akibat tersebut. Menurutnya, perilaku yang dapat
menguatkan cenderung diulangi kemunculannya. Sedangkan, perilaku yang tidak
dapat menguatkan cenderung untuk menghilangkan atau terhapus.
Apabila diaplikasikan
dalam teori pembelajaran, maka pengkondisian operan Skinner adalah proses
belajar dengan mengendalikan semua respons, kemudian disesuaikan dengan
konsekuensi (risiko). Dengan demikian, individu akan cenderung mengulang
respons-respons yang diikuti oleh penguatan. Maksudnya ialah proses belajar
yang baik terjadi jika guru atau pendidik mampu mengendalikan seluruh respons yang
muncul dari peserta didik, kemudian memberikan penguatannya supaya mereka mampu
mencapai sasaran belajar.
C. Prinsip-Prinsip Teori Operant Conditioning
Teori
belajar Skinner termasuk teori yang
berusia paling muda, namun teori tersebut sangatlah berpengaruh di kalangan
para ahli psikologi belajar saat ini.
Ada
dua prinsip umum dalam pengkondisian Tipe R :[15]
a. Setiap
respons yang dilakukan dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang.
b. Stimulus
yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya
respons operan.
Pada
pandangan di atas, Skinner memfokuskan teorinya pada hubungan stimulus dan
respons. Biarpun demikian, Skinner memiliki perbedaan tentang perilaku. Pada
kedua poin tersebut : Pertama, bahwa setiap respons yang dilakukan dengan
stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang, artinya perilaku yang
ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenali. Contohnya ialah semua gerak
refleks. Kedua, stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar
rata-rata terjadinya respons operan yang merupakan perilaku yang tidak
diakibatkan oleh stimulus yang dikenal, tetapi dilakukan sendiri oleh individu.
Kebanyakan dari aktivitas kita ialah perilaku operan.
Dari
pembagian perilaku tersebut, Skinner mebedakan pengkondisian dalam dua jenis,
yaitu sebagai berikut:[16]
a. Respondent conditioning
(pengkondisian respon) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe S.
pengkondisian ini menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respons
yang diinginkan. Pengkondisian tipe S identik dengan pengkondisian klasik
Pavlov.[17]
b. Operan conditioning
(pengkondisian operan) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe R. dalam
hal ini, penguatan ditunjukkan dengan tingkat respons. Pengkondisian tipe R
identik dengan pengkondisian instrumental Thorndike. Sedangkan, riset Skinner
hamper semuanya berkaitan dengan pengkondisian tipe R.
Skinner
memikirkan teorinya selama lebih dari 60 tahun, termasuk cara seorang peserta
didik berperilaku baru atau mengubah perilaku yang sudah ada. Maka, ia
menemukan prinsip-prinsip mendasar dalam teorinya. Diantaranya ialah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), generalization (generalisasi) dan discrimination (pembedaan),.[18]
1. Reinforcement
Reinforcement didefenisikan
sebagai sebuah konsekuen yang menguatkan tingkah laku (atau frekuensi tingkah
laku). Kefektifan sebuah reinforcement dalam
proses belajar perlu ditunjukkan. Karena kita tidak dapat mengasumsikan sebuah
konsekuen adalah reinforcer sampai
terbukti bahwa konsekuen tersebut dapat menguatkan perilaku. Misalnya, permen
pada umumnya dapat menjadi reinforcer bagi
perilaku anak kecil, tetapi ketika merak beranjak dewasa permen bukan lagi
sesuatu yang menyenangkan, bahkan beberapa anak kecil juga tidak menyukai
permen. Kadang ada seorang guru yang mengatakan bahwa ia telah meng-inforce siswa dengan member hadiah untuk
perilaku seorang murid agar duduk tenang selama pelajaran berlangsung, tetapi
sang murid tidak mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini,
guru telah melakukan kesalahan dalam menggunakan istilah reinforcer bagi perilaku yang diinginkan. Oleh karena itu, agar
sebuah hadiah (reinforcement) yang
diberikan kepada seseorang untuk meningkatkan perilaku yang sesuai, maka perlu
memahami jenis-jenis reinforcemen yang disukai atau diperlukan oleh orang yang
akan diberi reinforcemen. Pengaruh proses reinforcement
dengan perilaku yang muncul tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut :[19]
Secara
umum, Reinforcement dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu:[20]
1) Dari
segi jenisnya, Reinforcement dibagi
menjadi dua kategori, yaitu reinforcemen primer dan reinforcemen sekunder.
Reinforcemen primer adalah reinforcemen berupa kebutuhan dasar manusia, seperti
makanan, air, keamanan, kehangatan, dan lain sebagainya. Sedangkan reinforcemen
sekunder adalah reinforcemen yang diasosiasikan dengan reinforcemen primer.
Misalnya, uang mungkin tidak mempunyai nilai bagi anak kecil sampai ia belajar
bahwa uang itu dapat digunakan untuk membeli kue kesukaannya. Bagi siswa naik
kelas mungkin mempunyai nilai yang kecil bagi dirinya, sampai mereka melihat
kebahagiaan dan kebanggaan orangtuanya yang diwujudkan dalam bentuk pemberian
hadiah atau ucapan selamat. Pelukan, ciuman, ucapan selamat dan kebanggaan
orangtua dapat merupakan reinforcemen premier, karena itu merupakan kebutuhan
manusia.
2) Dari
segi bentuknya, reinforcemen dibagi menjadi dua, yaitu reinforcemen positif dan
negative. Reinforcemen positif adalah konsekuen yang diberikan untuk menguatkan
atau meningkatkan perilaku seperti hadiah, pujian, kelulusan dan lain
sebagainya. Sedangkan reinforcemen negative adalah menarik diri dari situasi
yang tidak menyenangkan untuk menguatkan tingkah laku. Misalnya, guru yang
membebaskan muridnya dari tugas membersihkan kamar mandi jika muridnya dapat
menyelesaikan tugas rumahnya. Jika membersihkan kamar mandi adalah tugas tidak
menyenangkan, tentunya membebaskan seorang murid dari tugas tersebut adalah
sebuah reinforcer tingkah laku. Seri terjadi kesalahan interpretasi antara
reinforcemen negative dengan hukuman (punishment).
Kata kunci kedua pengertian tadi adalah jika reinforcemen baik postifi maupun
negatif selalu bertujuan untuk menguatkan tingkah laku, sedangkan punishment atau hukuman bertujuan untuk
menurunkan atau memperlemah tingkah laku.
3) Waktu
pemberian reinforcement, keefektifan
reinforcemen dalam perilaku tergantung pada berbagai faktor, salah satu
diantaranya adalah frekuensi atau jadwal pemberian jadwal reinforcemen. Ada
empat macam pemberian jadwal reinforcemen, yaitu:
a) Fixed Ration
(FR) adalah salah satu skedul pemberian reinforcemen ketika reinforcemen
diberikan setelah sejumlah tingkah laku. Misalkan, seorang guru mengatakan,
“kalau kalian dapat menyelesaikan 10 soal matematika dengan cepat dan benar,
kalian boleh pulang lebih dulu”.
b) Variabel Ration (VR)
adalah sejumlah perilaku yang dibutuhkan untuk berbagai macam reinforcemen dari
reinforcemen satu ke reinforcemen yang lain (Elliot, 2003). Jumlah perilaku
yang dibutuhkan mungkin sangat bermacam-macam dan siswa tidak tahu perilaku
mana yang akan direinforcemen. Misalnya, guru tidak hanya melihat apakah tugas
dapat diselesaikan, tapi juga melihat kemajuan-kemajuan yang diperoleh pada
tahap-tahap menyelesaikan tugas tersebut.
c) Fixed Interval (FI),
yang diberikan ketika seseorang menunjukkan perilaku yang diinginkan pada waktu
tertentu (misalkan setiap 30 menit sekali).
d) Variabel Internal (VI),
yaitu reinforcemen yang diberikan tergantung pada waktu dan sebuah respons,
tetapi antara waktu dan reinforcemen bermacam-macam.
2. Punishment
Berbeda
dengan reinforcement yang memperkuat
perilaku, punishment berperan
memperlemah atau mengurangi perilaku yang bisa terjadi pada masa mendatang.
Punishment
(hukuman) terjadi ketika suatu respons menghilangkan sesuatu yang positif dari
situasi atau menambahkan sesuatu yang negative. Dalam bahasa sehari-hari kita
dapat mengatakan bahwa hukuman adalah mencegah pemberian sesuatu yang
diharapkan organisme, atau member organisme sesuatu yang tidak diinginkannya.[21]
Proses punishment dapat digambarkan sebagai
berikut:[22]
Menurut
Kazdin (Elliot, 2003), ada dua aspek dalam punishment,
yaitu:
1) Sesuatu
yang tidak menyenangkan (aversive)
muncul setelah sebuah respons, atau yang disebut dengan aversive stimulus. Misalkan seorang guru yang menjewer siswa yang
selalu ramai di kelas.
2) Sesuatu
yang positif (menyenangkan) setelah sebuah respons tidak muncul, misalnya
seorang remaja yang selalu mengganggu temannya yang mungkin akan kehilangan
kesempatan untuk menggunakan mobil pada akhir pecan. Contoh tersebut
menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak menyenangkan mengikuti perilaku yang tidak
diinginkan.
Dari
segi bentuknya, punishment terdiri
dari time out dan respon cost.
1) Time out adalah
sebuah bentuk hukuman di mana seseorang akan kehilangan sesuatu yang disukai
atau disenangi sampai pada waktu tertentu.
2) Respon cost adalah
sebuah bentuk hukuman di mana seseorang akan kehilangan sebuah reinforcemen positif
jika melakukan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya, seorang siswa tidak
diberikan kesempatan mengakses internet di ruang computer sekolah jika ia tidak
mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Shaping
Berdasarkan
pengondisian operan, Skinner kemudian mengembangkan teknik “pembentukan respon”
atau disebut dengan shaping untuk
melatih hewan menguasai tingkah laku yang kompleks yang juga relevan dengan
tingkah laku manusia. Teknik pembentukan respons ini dilakukan dengan cara
menguatkan organisme pada setiap kali ia bertindak ke arah yang diinginkan,
sehingga ia menguasai atau belajar merespons sampai suatu saat tidak perlu lagi
menguatkan respons tersebut.[23]
Pembentukan
respons terdiri atas dua komponen, yaitu differentials
reinforcement (penguatan diferensial) yang berarti sebagai respons
diperkuat dan sebagian lainnya tidak. Dan, successive
apporoximation (kedekatan suksesif), yaitu fakta bahwa respons-respons yang
semakin sama dengan yang diinginkan oleh eksperimental yang akan diperkuat.
Contohnya, ketika tikus masuk ke kotak, Skinner akan member penguatan secara
bertahap sampai tikus bisa menekan tuas.[24]
Teknik
Skinner ini juga bisa diaplikasikan dalam proses belajar. Selama ini, banyak
pakar psikologi yang menggunakan teknik shaping
ini untuk mengajarkan kemampuan berbicara pada anak-anak yang dimiliki
keterbelakangan mental parah dengan memberikan hadiah pada suara yang mereka
keluarkan. Kemudian, secarah berkala menuntut suara yang kian menyerupai
kata-kata dari pendidiknya.
4. Extiction
Extiction
adalah mengurangi atau menurunkan tingkah laku dengan menarik reinforcement yang menyebabkan perilaku
tersebut terjadi. Extiction ini
terjadi melalui proses perlahan-lahan. Biasanya ketika reinforcement ditarik atau dihentikan perilaku individu sering
meningkat seketika. Misalkan, seseorang yang akan membuka pintu, ternyata terkunci.
Pertama kali dia berusaha membuka pintu dengan pelan-pelan sampai akhirnya
orang tersebut berusaha membuka dan menggedor pintu dengan keras untuk beberapa
lama, sampai dia merasa frustasi dan marah. Tetapi ketika beberapa lama dia
menyadari bahwa pintu tetap terkunci, maka ia kemudian pergi meninggalkan pintu
tersebut. Extiction merupakan kunci
untuk mengatur tingkah laku siswa. Perilaku yang tidak sesuai (mishebavior) dapat di-extiction jika reinforcer (penguat) yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut
dapat diketahui dan dapat diubah (Slavin, 1994).[25]
5. Generalization and Descrimination
Generalisasi
merupakan penyamarataan perilaku atau respons dari stimulus yang sama untuk
diaplikasikan dalam bentuk yang lain. Dengan kata lain, individu cenderung melakukan
generalisasi terhadap sesuatu yang dipelajarinya. Contohnya, anak kecil yang
mendapatkan penguatan kasih saying dari orangtuanya lantaran menimang dan
menyayangi anjing keluarga. Maka, ia akan segera menggeneralisasikan respons
menimang anjing tersebut dengan anjing yang lain.[26]
Biarpun demikian, generalisasi dapat
dikekang dengan latihan diskriminasi. Diskriminasi merupakan respon individu
terhadap suatu penguatan, tetapi tidak terhadap jenis penguatan yang lain.
Latihan diskriminasi ini akan efektif jika terdapat stimulus diskriminatif yang
jelas dalam membedakan kasus. Lalu, respons harus dilakukan secara khusus dan
mesti meperoleh penekanan.
Generalisasi
dan diskriminasi yang terjadi pada operant
conditioning Skinner mirip dengan yang terjadi pada Classical conditioning Pavlov. Dalam generalisasi, sebuah perilaku
yang telah dipelajari pada situasi tertentu akan digunakan lagi di kesempatan
yang lain, namun situasinya sama. Contohnya, seseorang yang diberi penguatan
dengan tertawa atas ceritanya yang lucu, di suatu tempat akan mengulang cerita
yang sama di restoran, pesta atau resepsi pernikahan.[27]
Diskriminasi
merupakan proses belajar bahwa suatu perilaku akan diperkuat dalam suatu
situasi, namun tidak dalam situasi lain. Seseorang akan belajar bahwa
menceritakan leluconnya di tempat ibadah atau dalam situasi bisnis yang
memerlukan keseriusan, niscaya tidak akan menyebabkan orang tertawa. Maka,
orang tersebut akan belajar menceritakan leluconnya hanya seketika ia berada
pada situasi yang riuh dan banyak orang (stimulus diskriminatif). Belajar
tentang penguatan perilaku merupakan bagian penting dari operant conditioning.
D.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Operant Conditioning
Tidak
ada teori yang sempurna. Tentunya, setiap teori masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu juga dengan teori dalam
pembahasan ini (operant conditioning)
Skinner.
Teori
operant conditioning memiliki
kelebihan dan kekurangan. Berikut ialah kelebihan dan kekurangan dari teori
tersebut:
1. Kelebihan
Teori Operant Conditioning
Pada
teori Skinner ini, pendidik diarahkan untuk menghargai peserta didik oleh sebab
itu, teori Skinner menghendaki agar system hukuman dihilangkan saja. Hal ini
didukung dengan adanya pembentukan lingkungan
yang baik, sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. Dengan
adanya penguatan, menjadikan motivasi bagi individu untuk berperilaku yang
benar sesuai keinginan.[28]
2. Kekurangan
Teori Operant Conditioning
Dalam
teori Skinner, proses belajar dapat diamati secara langsung. Padahal, belajar
adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, kecuali
sebagai gejalanya. Lalu, proses belajar bersifat otomatis-mekanis. Alhasil,
proses belajar terkesan seperti gerakan mesin dan robot.[29]
Sementara
itu, sesungguhnya, setiap individu memiliki self-direction
(kemampuan mengarahkan diri) dan self-control
(pengendalian diri) yang bersifat kognitif. Dengan kemampuan ini, ia dapat
menolak jika tidak menghendaki sesuatu. Atau, sebaliknya, akan menerima bila
menginginkan suatu hal.[30]
Pada
akhirnya, proses belajar manusia yang dapat dianalogikan dengan perilaku hewan
menjadi sulit diterima. Sebab, terdapat perbedaan karakter fisik maupun psikis
yang sangat kentara antara manusia dan hewan. Karena itu, manusia dan hewan
benar-benar berbeda dalam proses belajarnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.F. Skinner atau Burrhusm Frederic Skinner lahir di
Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat pada 20 Mei 1904. Meraih sarjana
muda di Hamilton College, New York, dalam bidang sastra Inggris. Pada tahun
1928, Skinner mulai memasuki kuliah Psikologi di Universitas Harvard dan meraih
doktor pada tahun 1931. Dari tahun 1931 hingga 1936, Skinner bekerja di
Harvard. Penelitian yang dilakukannya difokuskan pada penelitian system saraf
hewan. Pada tahun 1936 sampai 1945 Skinner meniti kariernya sebagai tenaga
pengajar di Universitas Mingoesta.
Teori Skinner ini menerangkan bagaimana berbagai
kecenderungan respon dicapai melalui pembelajaran. Jika respon diikuti oleh
konsekuensi yang menguntungkan atau disebut juga penguatan, maka respon
tersebut menguat dan jika respon menghasilkan konsekuensi negatif atau hukuman,
maka respon tersebut akan melemah. Melalui eksperimennya tersebut, Skinner
menemukan bahwa perolehan pengetahuan, termasuk pengetahuan mengenai bahasa
merupakan kebiasaaan semata atau hal yang harus dibiasakan terhadap subyek
tertentu yang dilakukan secara terus-menerus dan bertubi-tubi.
Skinner
memikirkan teorinya selama lebih dari 60 tahun, termasuk cara seorang peserta
didik berperilaku baru atau mengubah perilaku yang sudah ada. Maka, ia
menemukan prinsip-prinsip mendasar dalam teorinya. Diantaranya ialah reinforcement (penguatan kembali), punishment (hukuman), shaping (pembentukan), extinction (penghapusan), generalization (generalisasi) dan discrimination (pembedaan).
Kelebihan
Teori Operant Conditioning pendidik
diarahkan untuk menghargai peserta didik. Kekurangan Teori Operant Conditioning terdapat perbedaan karakter fisik maupun
psikis antara manusia dan hewan dan sangat jauh berbeda dalam proses
belajarnya.
B.
Saran
Tentunya
dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu besar
harapan kami selaku pemakalah menerima sumbangsi pemikiran dari para pembaca.
Oleh karena itu kritik dan saran para pembaca sangat kami harapkan, terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairul. 2017. Teori-teori Pendidikan Klasik hingga
Kontemporer. Yogyakarta: IRCiSoD.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2015. Teori Belajar & Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hergenhahn,B. R. 2010. Theories of Learning, Terj. Triwibowo
BS. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Komara, Endang. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Nur Ghufron, M. dan Rini Risnawati. 2014. Gaya Belajar Kajian
Teoritik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://ejournal.iainjambi.ac.id/index.php/alfikrah/article/viewFile/843/768
[1]
http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/alfikrah/article/viewFile/843/768
[2]
Robert Lee Frost (lahir 26 Maret 1874 – meninggal 29 Januari 1963 pada
umur 88 tahun) adalah salah seorang penyair Amerika Serikat yang paling besar.
Karyanya sebagian besar menggambarkan tentang kehidupan pedesaan di New
England, wilayah sebelah timur laut Amerika Serikat. Ia juga menuliskan
puisinya dengan tema-tema sosial dan filsafat. Robert Frost empat kali menerima
penghargaan Pulitzer. Robert Frost pemegang rekor dunia untuk penahan napas
terlama, yaitu selama 13 menit 42,5 detik pada tahun 1959. (Wikpedia)
[3]
B. R. Hergenhahn, Theories of
Learning, Terj. Triwibowo BS (Eds. 7; Cet. III; Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010), h. 81
[4]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, (Cet. I, Yogyakarta: IRCiSoD, 2017),
h. 46
[5]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer,, h. 46
[6] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer,, h. 47
[7] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer,, h. 47
[8] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer,, h. 47
[9]
Sigmund Freud adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran
psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. Menurut Freud, kehidupan jiwa
memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan tak-sadar.
Wikipedia
[10] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer,, h. 47
[11]
Endang Komara, Belajar dan
Pembelajaran Interaktif, (Bandung; PT. Refika Aditama, 2014), h. 8
[12]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), h. 103
[13]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, h. 103
[14]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 48
[15]
B. R. Hergenhahn, Theories of
Learning, Terj. Triwibowo BS (Eds. 7;
Cet. III; Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2010), h. 84-85
[16] Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 49
[17]
M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati, Gaya
Belajar Kajian Teoritik, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h.
18
[18]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 49-50
[19]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), h.
107
[20]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, h. 107-109
[21]
B. R. Hergenhahn, Theories of
Learning, Terj. Triwibowo BS (Eds. 7;
Cet. III; Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2010), h. 98
[22]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, h. 110
[23]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, (Cet. I, Yogyakarta: IRCiSoD, 2017),
h. 54
[24] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer, h. 55
[25]
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar & Pembelajaran, h. 112
[26] Chairul
Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik
hingga Kontemporer, h. 56
[27]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 56
[28]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 57
[29]
Chairul Anwar, Teori-teori
Pendidikan Klasik hingga Kontemporer, h. 57
[30]
Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan
Klasik hingga Kontemporer, h. 57
Post a Comment