BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
era modern sekarang, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, menyentuh
pada semua aspek kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan dan
pengajaran. Pemerintah dewasa ini khususnya Kementrian Pendidikan Nasional
berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah digariskan dalam
UU. SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah telah mengusahakan peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Selain itu, juga dilakukan usaha-usaha seperti penataran guru-guru bidang studi, pengadaan buku-buku paket, dan menambah sarana dan prasarana untuk kegiatan proses pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah telah mengusahakan peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi. Selain itu, juga dilakukan usaha-usaha seperti penataran guru-guru bidang studi, pengadaan buku-buku paket, dan menambah sarana dan prasarana untuk kegiatan proses pembelajaran.
Peningkatan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh guru sebagai pendidik dalam
pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Dengan kata lain guru menempati
titik sentral pendidikan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan baik, maka
terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan demikian
peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan mengefisienkan proses
belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode mengajar yang sesuai.
Penggunaan metode mengajar yang tepat, merupakan suatu alternatif mengatasi
masalah rendahnya daya serap siswa terhadap pelajaran tertentu, guna
meningkatkan mutu pengajaran. Penerapan suatu metode pengajaran harus ditinjau
dari segi keefektifan, keefesienan dan kecocokannya dengan karakteristik materi
pelajaran serta keadaan siswa yang meliputi kemampuan, kecepatan belajar,
minat, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial ekonomi siswa sebagai objek.
Sesuai yang dikatakan oleh Rostiyah bahwa : “Setiap jenis metode pengajaran harus sesuai atau tepat untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi untuk tujuan yang berbeda guru harus
mengadakan teknik penyajian yang berbeda sekaligus untuk mencapai tujuan
pengajarannya”.[2]
Salah satu metode yang diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif, guna
menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah menggunakan metode
resitasi. Dalam metode resitasi diharapkan mampu memancing keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena siswa dituntut untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan harus dipertanggung jawabkan.[3] Dalam
keberhasilan proses pembelajaran di samping tugas guru, maka siswa turut
memegang peranan yang menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebab
bagaimanapun baiknya penyajian guru terhadap materi pelajaran, akan tetapi
siswa tidak mempunyai perhatian dalam hal belajar maka apa yang diharapkan
sukar tercapai. Menurut Slameto sebagai berikut : “Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas
dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR, menjawab soal latihan
buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ualangan harian, ulangan umum dan
ujian”.[4]
Pembelajaran dengan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan
akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagai contoh adalah pemberian tugas
pada setiap akhir pelajaran dengan harapan aktifitas belajar siswa dapat
ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat pula meningkat. Pada
peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru yang dibutuhkan
tetapi siswa sendirilah yang dituntut peran aktif dalam proses pembelajaran.
Salah satu hal yang penting dimiliki oleh siswa dalam meningkatkan prestasi
belajarnya adalah penguasaan bahan pelajaran. Siswa yang kurang menguasai bahan
pelajaran akan mempunyai nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan siswa
yang lebih mengusai bahan pelajaran. Untuk menguasai bahan pelajaran maka
dituntut adanya aktifitas dari siswa yang bukan hanya sekedar mengingat, tetapi
lebih dari itu yakni memahami, mengaplikasikan, mensistesis, dan mengevaluasi
bahan pelajaran.
Perlu
disadari bahwa yang diharapkan oleh guru terhadap siswanya adalah bahan
pelajaran yang diterima siswa dapat dikuasainya dengan baik. Olehnya itu, maka
salah satu cara yang ditempuh adalah tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya
dikerjakan di kelas yang sempit dan terbatas oleh waktu, akan tetapi perlu
dilanjutkan di rumah, di perpustakaan, di laboratorium dan hasilnya harus
dipertanggung jawabkan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana relevansi metode PAI dengan tujuan pembelajaran?
2.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan bahan ajar?
3.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan situasi?
4.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan peserta didik?
5.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan evaluasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Relevansi Dengan Tujuan Pembelajaran
Tujuan yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan rana kognitif maka metode
driil kurang tepat digunakan akan tetapi metode yang tepat digunakan seperti
metode tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif
maka metode yang tepat digunakan seperti; metode keteladanan. Jika tujuan
daerah psikomotor maka metode yang cocok digunakan adalah seperti; metode alat
peraga, simulasi.
Jadi kesimpulan penulis disini bahwa metode yang akan digunakan
harus melihat dulu tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Beberapa metode di atas
masih terfokus kepada satu tujuan, apabila tujuan yang akan dicapai meliputi
ketiga aspek maka ini sesuai dengan kreatifitas guru dalam mengkolaborasikan
metode-metode tersebut.
B.
Relevansi Dengan Bahan Ajar
Bahan ajar pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk
keperluan pembelajarn, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara
sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa
belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu;
a. Bahan cetak (printed), bahan cetak antara lain handout,
buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar
;
b. Bahan ajar dengar (audio), bahan ajar yang didesain dengan
menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio ;
c. Bahan ajar lihat-dengar (audio visual) Bahan ajar audio visual
adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media audio visual seperti
video compact disk, film
d. Bahan ajar interaktif. Multimedia interaktif adalah kombinasi dari
dua atau lebih media (audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh
penggunaannya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan perilaku alami dari
suatu presentasi.[5]
Bahan
pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa
dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan
pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a. Sesuai dengan topik yang dibahas
b. Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi
yang dibahas.
c. Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat,
padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah difahami.
d. Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan
menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya.
e. Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya
kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu
oleh siswa.
f. Memuat gagasan yang
bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa
Ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran.
Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi,
konsistensi, dan kecukupan.
a. Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran
hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang
diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi pembelajaran yang
diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
b. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan
juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa adalah pengertian thaharah (bersuci), macam-macam hadats dan najis,
dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang diajarkan juga harus
meliputi pengertian thaharah (bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara
mensucikan dari hadats dan najis.
c. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup
memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi
tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu
sedikit akan kurang membantu mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak
perlu untuk mempelajarinya
Jadi metode pembelajaran PAI
yang benar adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria bahan ajar
pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode yang digunakan tidak
memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka tujuan dari pembelajaran tidak
akan tercapai secara maksimal.
C.
Relevansi Dengan Situasi
Situasi yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan.
Bila jumlah murid begitu banyak, maka metode diskusi agak sulit digunakan
apalagi bila ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan
jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan sekolah
sunyi senyap tanpa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang tepat
digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab, simulasi dan lain-lain.
Dengan sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia
mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara
maksimal. Begitu juga sebaliknya, apabila guru tidak bisa melihat
dan menyesuaikan metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun
sekolah, maka pembelajaran tidak akan terlaksana dengan baik. Jadi sangat
penting diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia
mengajar.
D.
Relevansi Dengan Peserta
Didik
Salah satu aspek yang ada didalam kerangka pembelajaran adalah aspek peserta
didik, semua guru mengetahui bahwa peserta didik berbeda satu dari yang
lainnya. Kemungkinan yang berbeda itu cukup besar dan tidak ada dua orang yang
identik. Terdapat kecenderungan yang umum yang dapat diamati, tapi pada
dasarnya setiap anak adalah seorang individu. Masalah individu ini mendapat perhatian
secara teoritis dalam lembaga pendidikan guru pada umumnya.
Beberapa perbedaan peserta didik cukup jelas dan dengan segera dapat diamati
dan diketahui oleh guru pada saat pertama kali masuk kelas, perbedaan ini
terutama mengenai perbedaan fisik. Perbedaan-perbedaan yang lainnya misalnya
perbedaan keperibadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu
kemudian. Untuk menyadari perbedaan-perbedaan ini perlu waktu agak lama, namun
demikian dalam jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman
dalam materi yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap belajar
dan cara belajar. Begitu kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat
pengalaman yang berbeda dirumah atau sekolah terdahulu (ibtidaiyah), disebabkan
oleh perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang
diberikan disekolah akan berbeda bagi murid yang berbeda.
Kesemuannya itu sudah diketahui dengan baik, guru-guru sanggup memberi
contoh-contoh dari pengalaman mereka sendiri tentang perbedaan yang beraneka
ragam dan menerima teori dalam pendidikan mereka bahwa mereka harus
memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dan menyiapkan pendidikan bagi murid
yang dapat memenuhi perbedaan itu. Hal ini teoritis sifatnya dan bagaimana dalam
prakteknya? Kalau kita perhatikan bahwa sistem pengajaran di madrasah masih
mengikuti sistem klasikal dimana peserta didik dengan berbagai ragam
perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode
yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak
seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan
pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Pelaksanaan metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masih merupakan
persoalan bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh ujian dan banyak
guru berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual
bila mereka mempersiapkan diri untuk ujian yang sama. Para guru itu lupa bahwa
tidak satu jalan menuju ke roma. Ada berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang
sama. Kalau murid memang berbeda dalam berbagai macam aspek, mengapa mereka
diharuskan mencapai tujuan dengan cara yang sama? Lebih-lebih lagi sudah
kebiasaan bagi murid yang akan ujian dan tidak ujian, diberikan kesempatamn
belajar yang sama-materi yang sama, keterampilan yang sama, cara belajar dan sebagian
serba sama? disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai
dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka
guru bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi.
Kemudian apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang
mungkin di gunakan seperti; metode pendekatan personal. Ini semua kembali
kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang
siswa.
E.
Relevansi Dengan Evaluasi
Dalam
pelaksanaan evaluasi perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar
pelaksanaan penilaian. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang
komprehensif (menyeluruh). Yaitu pengukuran yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
b. Prinsip kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya
dilakukan secara berkesinambungan.
c. Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu
ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan peserta didik,
sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau.
d. Prinsip obyektif, penilaian diusahakan agar seobyektif mungkin.
e. Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta
didik dan objektifitas pendidik, tanpa membedakan jenis kelamin, latar belakang
etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan konstribusi pada pembelajaran.
Sebab ketidakadilan dalam penilaian dapat menyebabkan menurunnya motivasi
belajar peserta didik karena mereka merasa dianaktirikan.
Berkaitan dengan metode dalam
pendidikan agama Islam maka ada beberapa jenis evaluasi yang dapat diterapkan :
a. Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan
program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.
b. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil
belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester dan akhir
tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
c. Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang
peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai
dengan kondisi atau kemampuan yang dimiliki peserta didik.
d. Evaluasi Diagnostik, adalah evaluasi yang dilaksanakan
untuk keperluan latar belakang (psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa
yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar, yang hasilnya dapat digunakan
sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan –kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis
ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.[7]
Berikut adalah jenis-jenis alat evaluasi:
1. Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes
a. Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan
tertentu. Alat yang digunakan dalam melakukan observasi adalah pedoman
observasi.[8]
b. Wawancara
Wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu : pertama, wawancara
bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban
secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh
pewawancara. Kedua, adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara
telah menyusun pertanyaan pertanyaan
terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada
informasi-informasi yang diperlukan saja.[9]
c. Angket
Angket (kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui
komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar
pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan responden.
d. Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap
objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif),
menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang
terhadap suatu stimulus yang datang pada dirinya.[10]
2. Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Tes:
a. Uraian
b. Objektif
c. Lisan
Apapun metode yang digunakan
oleh seorang guru maka hendaknya memperhatikan beberapa item berikut seperti:
a. Pertama, berpusat kepada anak didik. Guru harus memandang anak
didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama,
sekalipun mereka kembar.
b. Kedua, belajar dengan melakukan. Supaya proses belajar itu
menyenangkan, guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk
melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.
c. Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan
pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai
sarana untuk berinteraksi sosial.
d. Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses
pembelajaran dan pendidikan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik.
e. Kelima, mengembangkan kreatifitas dan ketrampilan memecahkan
masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru bagaimana
merangsang kreativitas dan imanjinasi anak untuk menemukan jawaban setiap
masalah yang dihadapi anak didik.
Apabila metode yang
digunakan guru adalah metode tanya jawab dalam proses pembelajaran maka
evaluasi yang cocok untuk diterapkan adalah tes lisan. Karena pada awalnya
siswa sudah dibimbing oleh guru untuk menuturkan dan menjelaskan materi
pelajaran secara lisan. Ini akan memudahkan guru untuk menguji seberapa jauh
pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diberikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Metode
yang akan digunakan harus melihat dulu tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2. Metode
pembelajaran PAI yang benar adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan
kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam itu sendiri. Apabila metode
yang digunakan tidak memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka tujuan dari
pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal.
3. Dengan
sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia
mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara
maksimal
4.
Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru
bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian
apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di
gunakan seperti; metode pendekatan personal. Ini semua kembali kepada
kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang siswa.
5.
Apabila metode yang digunakan guru adalah metode tanya jawab
dalam proses pembelajaran maka evaluasi yang cocok untuk diterapkan
adalah tes lisan. Karena pada awalnya siswa sudah dibimbing oleh guru
untuk menuturkan dan menjelaskan materi pelajaran secara lisan. Ini akan
memudahkan guru untuk menguji seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi
yang sudah diberikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Zainal. Evaluasi
Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya , 2011.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia, 2002.
Rostiyah, N.K. Strategi Belajar Mengajar . Jakarta : PT.
Bina Aksara, 1998.
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit
(SKS). Jakarta: Bumi Aksara, 1998.
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar
. Bandung: CV. Sinar Baru, 2002.
UU
. RI. No. 20 Tahun 2003, Sisdiknas. Jakarta: Cemerlang, 2003.
Widoyoko, Eko Putro. Evaluasi
Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Post a Comment