Akhir-akhir
ini, Indonesia kembali di gegerkan dengan munculnya Kejahatan Seksual atau
Darurat Seksual terhadap anak. Usut demi usut setelah ditelusuri pelaku mapun
korban dari kejahatan tersebut ialah anak dibawah umur atau bisa dibilang masih
berstatus pelajar, baik itu di sekolah dasar hingga di sekolah menengah. Hal
tersebut,
membuat geger dunia pendidikan dan bahkan membuat kemerosotannya
karakter bangsa Indonesia saat ini.
Walaupun
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. mengenai Kejahatan luar biasa butuh penanganan luar biasa. Ruang lingkup ini
pemberatan pidana, pidana tambahan, dan tindakan lain. Sebagaimana dilansir di
sindonews.
Walaupun
sanksi pelaku tindak kejahatan seksual telah ditandatangani dan diumumkan oleh
bapak Presiden, hal tersebut hanya untuk memberikan efek jera kepada para
pelaku, hal demikian belumlah membuat rasa kekhawatiran orangtua mereda, selain
dari efek jera tersebut telah diterapkan. Disamping itu juga kita selaku Stakeholder (orangtua, guru dan
masyarakat) dalam kepedulian tersebut untuk memberikan kesadaran dan memberikan
pemahaman kepada seluruh Stakeholder bagaimana
mengajarkan mereka mengenai Pendidikan Melek Media kepada anak kita.
Pendidikan
melek media adalah tantangan berikutnya bagi orangtua, demi keselamatan
anak-anak dari pengaruh negatif banyak media. Memang sulit membendung media,
segala informasi ada di dunia maya, pengaruh positif dapat menguntungkan kita
semua, tetapi pengaruh negatif siap menerkam anak kita.
Jika
masalah melek huruf atau buta huruf di negara ini sudah selesai, kini muncul
tantangan baru, yaitu melek media. Sampai sejauh mana pemahaman sekolah,
orangtua, dan wadah masyarakat lainnya dalam memahami pendidikan melek media
atau media literacy ini ? haruskah
menunggu kurikulum pusat untuk menetapkan pendidikan melek media jadi bagian
pendidikan anak ? sesungguhnyalah orangtua dan seluruh yang bersangkutan harus
mengambil peran untuk memahami pendidikan melek media tersebut.
Sebagaimana
penulis mengutip pada tulisan Munif Chatib dalam bukunya Orangtuanya Manusia: Sebagaimana
beberapa waktu lalu, Yayasan Kita dan Buah Hati bersama Rafa Health &
Beauty Lifestyle (RHBL) memaparkan hasil penelitian yang dilakukan sejak
Januari 2008 hingga Februari 2010 di hadapan Komisi Nasional Perlindungan Anak
tentang perilaku anak terhadap pornografi. Penelitian ini berdasarkan 2.818
sampel yang diambil pada anak-anak kelas 4-6 SD. Hasilnya sungguh mengejutkan,
sebanyak 67% anak (sekitar 1.889 anak) ternyata pernah melihat dan mengakses
pornografi. Bahkan, 37% di antaranya (sekitar 1.043 anak) mengakses dari rumah
sendiri.
Bahkan,
dalam wawancara, Elly Risman Musa, S.Psi., psikolog Yayasan Kita dan Buah Hati
memperingatkan dengan tegas bahwa “Indonesia berada di jurang kehancuran”
menghadapi dahasyatnya ancaman bencana adiktif pornografi yang menyerang
pelajar sebagai generasi muda Indonesia, semuanya itu bersumber dari kelemahan
pendidikan melek media, terutama bagi orangtua dirumah, dan guru disekolah.
Dampak Negatif Media bagi si Anak
Salah
satu hal penting pendidikan melek media yang harus dicermati orangtua adalah
dampak negatif media bagi anak-anaknya. Ada beberapa catatan penting untuk para
orangtua tentunya, selaku mendidik anaknya melebihi jam mendidik guru
disekolah, ada beberapa penelitian tentang dampak media bagi anak, seperti
media Televisi (TV). Pada masa kini, televisi adalah media paling banyak
digunakan dan juga sangat mempengaruhi budaya banyak orang. Masalah utamanya
adalah fungsi televisi sebagai hiburan jauh lebih menonjol daripada peran
Informatif dan Edukasi (seharusnya). Namun, dalam penelitian Yayasan
Pengembangan Media Anak (YPMA) pada tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah jam
menonton televisi pada anak-anak usia SD berkisaran 30-35 jam seminggu atau
sekitar 4,5 jam dalam sehari. Dari data tersebut, kita dapat mengamati bahwa,
salah satu dampak negatif televisi adalah mengambil porsi jamaktivitas anak
yang sangat besar. Sehingga, banyak anak yang bangun tidur sudah langsung standby didepan televisi, sehingga moto
anak-anak usia SD ialah Tv is My Life.
Selain dari hal itu, bahwa konten atau muatan isi dari program televisi
tersebut betapa banyak program televisi yang menyuguhkan acara tidak bermakna,
hiburan tidak mendidik (saling mencaci maki), gaya hidup hedonis dan konsumtif
dan kurang pantauan dari orangtua itu sendiri.
Selain
dari dampak negatif dari media Televisi, juga perlu anak-anak diberikan
pengawasan yang intensif pada media berupah Handphone (HP) dan juga Internet
sebagai media informasi raksasa. Walaupun Internet memiliki manfaat besar bagi
semua orang tentunya kita semua harus mengetahui lebih baik lagi, bahwa
internet bagaiakan 2 mata pisau, yang satunya tajam. Artinya apa, bahwa
internet itu dapat berguna informatif bagi kita jika mengunakannya dengan baik,
begitupun sebaliknya, jika kita menggunakannya dengan berbaur dengan perbuatan
keji maka internet itu akan merusak masa depan kita.
Saran Praktis untuk Anak dari Dampak
Negatif Media
Media
ibarat pedang bermata dua atau koin yang punya dua sisi, yaitu negatif dan
positif. Apapun bentuk media dan isinya, orangtua wajib melindungi anak-anaknya
dari segala kejahatan bahaya pornografi yang ditimbulkan oleh media. Hal
demikian melahirkan beberapa saran prkatis untuk anak dari dampak negatif media
ialah: Pendidikan agama yang lebih mendalam, mengetahui terlebih dahulu isi
media informasi untuk anak kita, mendampingi anak dalam menggunakan media
informasi, membuat kesepakatan aturan menggunakan media informasi, menggunakan
media informasi menjadi sarana belajar dan membuat proyek, dan mengetahui cara
membendung dan mengindari situs-situs yang berbau konten erotik/dewasa. Wallahu’alam Bis Shawab.
Post a Comment